Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2015
Tom Paijo 17 September 2013  ·  Kota Yogyakarta  ·  Dibalik Wajah Istriku wajah yang terbaring disisiki yang telah tiga puluh lima tahun selalu berada disitu tak pernah ku tatap secermat ini di alis matanya yang tersusun rapi ribuan persona terpendam disitu,yang dulu membuatku lemah terkulai dalam matanya yang kini terpejam, tatapanya yang menusuk-nusuk hatiku hingga membutakanku pada cahaya kecantikan yang lain dalam bulat wajahnya yang teduh kesabaran yang mengerudunginya menjadi hijab atas dosa-dosaku menutup kebinalanku menutup keegoanku menutup keabaianku padanya dan menutup dosa-dosa cintaku pada yang lain tigapuluh tahun wajah disampingku ini dengan setia ingin bersandar di pundakku aku yang teramat naif dan jalang ..... berharap sejumput maaf biarkan aku dapat mengenalmu dan mendampingimu kembali dengan benar........... mulai malam ini. 1 orang dijangkau Prom
KEMARAU AKAN BERLALU bunga dan daun yang gugur oleh keangkuhan matahari sebentar lagi akan dihadiahi tunas-tunas muda oleh karunia hujan yang dermawan langit yang riuh oleh tepuk tangan debu akan bersujud ke bumi oleh persembahaNya yang di kirim mengendarai awan
NEGERI SINTETIS 52215 Sawah-sawah yang ditanami tembok-tembok dan beton dipupuk dengan kesombongan dan kerakusan kota lahir dari birokrasi liberalisasi tanpa hati segarnya kehijauan alam berganti warna abu-abu beras tidak lagi ber ibu pada padi yang tumbuh disawah-sawah basah sebab petani hanyalah satu suara yang berguna saat pemilu keberadaanya bukanlah hitungan matematis di meja birokrasi bukan pasal yang pantas di hitung dalam ranah untung dan rugi jadi ketika panen berlimpah harga murah dan musim tanam pupuk dan obat-obatan tak terbeli kami hanya petani ...rakyat kecil tanpa proteksi petani hanyalah gurem sebagai alat propaganda elit politik di kota-kota rakyat yang hanya memberi satu suara buat penguasa politik yang menjadi Tuhan partai partai menentukan nasip negeri sintetis ini sebab rakyat yang di jejali dengan dengan beras -beras sintetis yang di tanam di pabrik pabrik para iblis dan kartel-kartel yang menjarah ekonomi untunglah lidah dan perut tidak terbuat dari besi-
SIANG HARI DI JOGJAKARTA panas matahari siang yang menusuk tulang melahap kota jogja  debu yang bersorak sorai menjejali angkasa yang di tunggui tegarnya merapi dan deburan ombak parang tritis
HILANGNYA SAWAH-SAWAH KITA Butir embun yang bertengger di pucuk daun padi bersorak sorai menyambut sinar matahari pagi batang-batang yang gendut menahan kehamilan  tak tahan untuk meledakan bulir-bulir padi hadiah untuk petani yang masih setia mengayunkan cangkulnya dan dalam hati selalu bertanya petak-petak sawah ini akan laku berapa? sebab anak-anakku yang muda dan gagah perkasa tak akan sudi menginjakkan kakinya di sawah ini untuk bertanam padi sebab kota telah berjaji dengan panggilanya yang menggoda dan menyediakan apa-apa yang dia suka dengan membabu pada juragan-juragan kaya tanpa menyingsingkan celana dan kemeja bergulat dengan lumpur dan jerami Ini sawah-sawah purba yang akan tinggal nama kota akan segera merampasnya dengan janji-janji palsu dan kita akan tersingkir jauh sambil menunggu kemurahan politik yang disebut "maha kuasa" yang membagi negeri ini dalam kantong-kantongnya atau menunggu kemurahan hati yang disebut kompensasi dengan sejumput beras tengik da
LANGIT MASIH DIAM Langit yang sunyi enggan berkata-kata enggan pula memberi apa-apa sayap-sayapnya yang terbuat dari embun  senyap dari gumpalan-awan hujan langit diam saja .. ia sedih menyaksikan petani yang merintih rakyat kecil yang menahan dahaga perih tapi jika hujan ini ia turunkan basah juga orang-orang sombong dan serakah itu jika banjir ia curahkan ..tenggelam juga orang-orang papa itu langit hanya diam saja ia tetap sunyi dalam pilihan apapun sebab yang kecil dan miskin tetap menjadi tumbal nestapa yang kuat,dan jahat akan tetap aman dan tentram diatas kesombongan dunia lagit tetap diam ,walaupun dadanya bergemuruh hendak memutahkan sesuatu untuk menenggelamkan negeri ini tapi langit tetap diam dan menahan sebab masih banyak doa-doa orang yang teraniaya menginginkan negeri sorga ini mengais kembali berkah-berkahnya yang terkubur dalam serakah...
BATUK Sisa batuk siang tadi menyisakan debu yang terukir dalam dahak penyesalan sudahlah selesaikan saja dengan sebuah ludahan  tapi batuk yang selalu datang dan pergi sepi dari penyesalan dan pujian sebotol obat yang di telan hanya solusi instan batuk seperti duka datang dan pergi tidak permisi sekencang sisi...
PERJALANAN INI MELELAHKAN Ketika malam merinding senyap waktu menggigil menjelajahi roda sandiwara kehidupan tergilas tanpa bekas  larut tak  mungkin surut  lewat tetaplah lewat  gagal dan terjatuh bukan penyesalan malam senyap menggigil hingga tulang menyesal tak dapat kembali siang menunggu pagi berikutnya kembali untuk berjuang lelah!!
LUKISANKU Mbuh aku ra roh dalane soyo adoh  awan lan bengi gonta ganti  neng awakku tan soyo rangerti  aku seng salah..? utowo takdir iki pancen ra lumrah  aku ra getun  dalan iki pancen ra alus  lelampahan iki pancen ra mulus aku mung kudu ikhlas  nglukis kanvas donyo seng kebak aneko warno  aku ragetun  lan aku ra gumun  kuasku terus nari nari neng kanvas donyo seng soyo nggegirisi.
PASRAH Tangisan yang menguras airmata  ia ukiran dari rasa yang bergulat dalam dada  mengalir mengukir duka lara  tangisan adalah jelmaan berbait kata-kata  yang tumpah mengalir bak telaga  menenggelamkan diri yang di lumat duka  tangisan adalah ungkapan rindu  yang menjelma menjadi air  mengalir deras  tanpa batas  tangisan adalah obat  penyembuh luka yang menganga  yang membuncah menyesak dada  tangisan adalah pasrah  lemah  tak berdaya  saat perlawanan tak berguna  tangisan adalah doa  yang mengukir kesenyapan malam  dalam barisan tahajud  di atas lembar sajadah pasrah..............